Rabu, 22 September 2004

Peranan dan Fungsi Corporate Secretary

REPUBLIKA - Corporate secretary memiliki peranan kunci dalam pelaksanaan corporate governance, khususnya pada perusahaan publik dan emiten di bursa. Ini tidak dapat dipungkiri karena posisi dan tugas yang dipikul corporate secretary sangat strategis dan menentukan. Namun, di Indonesia banyak masyarakat sebagai stakeholders perusahaan, termasuk perusahaan itu sendiri belum menyadari strategisnya peranan dan fungsi corporate secretary. Sebagai contoh, banyak masyarakat belum dapat membedakan profesi corporate secretary (yang kemudian diterjemahkan menjadi ''sekretaris perusahaan'') dengan profesi sekretaris eksekutif yang menjadi sekretarisnya direktur, komisaris, atau eksekutif lainnya di perusahaan.

Di lain pihak, banyak juga perusahaan menempatkan pejabat pada posisi yang strategis tersebut terkesan dengan ''asal-asalan'' tanpa kompetensi dan kualifikasi yang memenuhi persyaratan formal sebagai corporate secretary yang profesional. Dari uraian singkat tersebut mungkin timbul pertanyaan di benak pembaca, ''Sepenting apa, sih, corporate secretary itu? Dimana, sih, letak strategisnya posisi corporate secretary?'' Keberadaan corporate secretary di Indonesia tidak dikenal dalam UU Perseroan Terbatas (UUPT) maupun UU Pasar Modal (UUPM) yang saat ini berlaku. Namun, keberadaan corporate secretary diatur dalam Keputusan Ketua Bapepam No. 63 tahun 1996. Dalam keputusan itu disebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanannya terhadap investor, emiten dan perusahaan publik diwajibkan membentuk corporate secretary paling lambat 1 Januari 1997.

Apabila diteliti, keputusan Ketua Bapepam tersebut diberlakukan jauh sebelum isu corporate governance populer di Indonesia. Namun, prinsip corporate governance sudah terkandung di dalamnya, meskipun dalam pengertian yang sangat terbatas: meningkatkan pelayanan terhadap investor. Dalam keputusan Ketua Bapepam tersebut, empat peranan dan fungsi pokok corporate secretary adalah pertama, mengikuti perkembangan pasar modal khususnya peraturan-peraturan yang berlaku di pasar modal. Kedua, memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat yang berkaitan dengan kondisi emiten atau perusahaan publik. Ketiga, memberikan masukan kepada direksi dalam rangka mematuhi ketentuan UUPM dan peraturan pelaksanaannya. Terakhir, menjadi penghubung antara perusahaan dengan Bapepam dan perusahaan dengan masyarakat.

Keputusan Ketua Bapepam tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan keputusan direksi Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang terakhir diberlakukan melalui Keputusan Direksi BEJ No. 339 tahun 2001. Dalam keputusan direksi BEJ ini, kewajiban membentuk corporate secretary (selain komite audit dan komisaris independen) semakin dikukuhkan dengan fungsi yang semakin diperluas. Termasuk didalamnya, pertama, menyiapkan daftar khusus yang berkaitan dengan direksi, komisaris, dan keluarganya dalam perusahaan tersebut yang mencakup kepemilikan saham, hubungan bisnis, dan peranan lainnya yang dapat menimbulkan benturan kepentingan. Kedua, membuat daftar pemegang saham termasuk kepemilikan lima persen saham atau lebih. Ketiga, menghadiri rapat direksi dan membuat berita acara rapat.

Terakhir, bertanggung jawab dalam penyelenggaraan RUPS perusahaan. Dari uraian dua keputusan otoritas pasar modal tersebut dapat kita tarik kesimpulan, corporate secretary setidaknya memiliki fungsi investor relations, compliance officer, dan liaison officer. Dengan ketiga kategori fungsi tersebut, berdasarkan international best practices, seorang corporate secretary diharapkan memiliki kemampuan dan kualitas pemahaman di bidang manajerial, komunikasi dan interpersonal skills, pengelolaan keuangan perusahaan, dan hukum. Mengingat kompleksnya fungsi corporate secretary ini, keputusan direksi BEJ memberikan semacam ''kelonggaran'' jabatan corporate secretary dapat dirangkap oleh salah satu direktur perusahaan (selain dapat juga dijabat oleh eksekutif perusahaan yang khusus ditunjuk menjadi corporate secretary).

Ini karena corporate secretary juga harus memiliki akses terhadap informasi material yang relevan dengan masalah disclosure (pengungkapan) perusahaan. Namun ''kelonggaran'' yang diberikan tersebut seharusnya bersifat temporer saja, karena jangan sampai posisi corporate secretary menjadi semacam side job semata. Profesi corporate secretary harus benar-benar menjadi karier yang pantas untuk dirintis sehingga suatu saat nanti sebagai sebuah profesi corporate secretary memiliki akreditasi profesional yang menjadikannya sejajar dengan profesi dokter, akuntan, pengacara dan profesi lainnya yang memiliki kode etik profesi. Ini tentunya agar corporate secretary menjadi independen ketika memastikan perusahaan dijalankan berdasarkan kaidah-kaidah corporate governance.

TB. M. Nazmudin Sutawinangun, Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) E-mail: fcgi@republika.or.id, fcgi@fcgi.or.id homepage: www.fcgi.or.id, Faksimile:021-7983623